Selasa, 27 Desember 2016

PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN PERMASALAHANNYA

PERTUMBUHAN PENDUDUK & PERMASALAHANNYA

Seiring dengan perkembangan kebudayaannya, jumlah manusiapun makin bertambah. Hal itu karena mereka sudah mampu mengelola dan memanfaatkan alam dengan baik. Kondisi ini tidak diikuti dengan perluasan daerah karena luas permukaan bumi tetap.

Dampak pertumbuhan penduduk

Akibatnya, penduduk di bumi makin padat. Pertambahan manusia yang selalu meningkat menuntut berbagai sarana untuk memenuhi semua kebutuhan setiap manusia. Berbagai permasalahan di bidang ekonomi dan sosial akan timbul akibat pengaruh kepadatan populasi manusia.

Berbagai permasalahan lain juga akan bermunculan, jika inti permasalahan ini tidak segera diselesaikan. Apakah yang akan terjadi apabila pertambahan penduduk menjadi tidak terkendali? Kita akan mempelajarinya lebih mendalam di pembahasan ini.

Dampak Pertumbuhan Penduduk

Jumlah penduduk mengalami perubahan dari waktu ke waktu disebut dinamika penduduk. Perubahan jumlah penduduk disebabkan oleh kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas), dan perpindahan (migrasi).

Kemajuan teknologi di segala bidang, termasuk di bidang kesehatan, menjadikan kesejahteraan manusia semakin meningkat. Kondisi ini menyebabkan terjadinya pertumbuhan penduduk.

Secara umum pertumbuhan penduduk terjadi apabila jumlah kelahiran lebih besar daripada jumlah kematian dan jumlah orang yang datang (imigrasi) lebih besar daripada jumlah orang yang pergi (emigrasi).

Rumus Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk dapat dirumuskan:
P = (l - m) + (i - e)

Dengan
P = pertumbuhan penduduk
l = jumlah kelahiran (natalitas)
= jumlah kematian (mortalitas)
i = jumlah orang yang datang (imigrasi)
e = jumlah orang yang pergi (emigrasi)

Besar tingkat pertumbuhan penduduk dapat dihitung dengan hanya memerhatikan angka kelahiran dan kematian. Adapun angka emigrasi dan imigrasi diabaikan karena jumlahnya terlalu kecil. Hal itu disebut angka pertumbuhan penduduk alamiah.

Ukuran pertumbahan penduduk dalam suatu waktu, misalnya dalam waktu 10 tahun disebut pertumbuhan per dekade. Hal itu ditunjukkan dalam bentuk persentase.

Tingkat pertumbuhan penduduk (yang ditunjukkan dengan bentuk persentase) berguna untuk meramalkan jumlah penduduk pada beberapa tahun yang akan datang. Pertumbuhan penduduk per dekade dirumuskan:

Pt = Po (1 + ��r)n

Dengan
Pt = jumlah penduduk setelah n tahun
Po = jumlah penduduk permulaan (sebelum n tahun)
r = tingkat pertumbuhan penduduk (dalam desimal)
n = jumlah selisih tahun

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk

a. Natalitas 

Natalitas atau angka kelahiran adalah angka yang menunjukkan jumlah bayi yang lahir hidup dari setiap 1.000 orang dalam satu tahun. Angka kelahiran dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Pengertian dan Rumus Pertumbuhan Penduduk

Angka kelahiran berguna untuk melihat tingkat kelahiran per tahun atau laju pertumbuhan kelahiran. Laju pertumbuhan kelahiran akan memperlihatkan kesuburan di suatu daerah.

Angka kelahiran memiliki beberapa kriteria, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Angka kelahiran tergolong tinggi, apabila nilainya di atas 30. Angka kelahiran tergolong sedang, apabila nilainya di antara 20–30. Angka kelahiran tergolong rendah, apabila nilainya di bawah 20.

b. Mortalitas

Mortalitas atau angka kematian adalah angka yang menunjukkan jumlah kematian untuk setiap 1.000 penduduk dalam satu tahun. Angka kematian dihitung dengan rumus.

Pengertian dan Rumus Pertumbuhan Penduduk

Angka kematian mempunyai beberapa kriteria, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Angka kematian tergolong tinggi, apabila nilainya di atas 19. Angka kematian tergolong sedang apabila nilainya di antara 14–18. Angka kematian tergolong rendah apabila hasilnya menunjukkan angka di bawah 13.

c. Migrasi

Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain. Orang yang melakukan perpindahan disebut migran. Migrasi dapat terjadi dalam satu negara atau antarnegara.

Migrasi dalam satu negara meliputi urbanisasi dan transmigrasi. Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain dalam satu negara.

Urbanisasi dan transmigrasi tidak memengaruhi jumlah penduduk dalam suatu negara. Migrasi yang terjadi antarnegara meliputi imigrasi dan emigrasi.

Imigrasi adalah masuknya penduduk ke suatu negara. Adapun emigrasi adalah keluarnya penduduk dari suatu negara. Imigrasi dan emigrasi memengaruhi jumlah penduduk suatu negara.


Permasalahan Penduduk 

Permasalahan penduduk di Indonesia setidaknya terdapat 3 (tiga) faktor utama. Pertama, kualitas penduduk rendah. Kualitas penduduk yang rendah menimbulkan dampak negatif yang berantai. 1) Dunia usaha terpaksa menyerap tenaga kerja yang tidak berkualitas. Saat ini sekitar 70 persen angkatan kerja Indonesia hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) dan tidak tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dampaknya produktivitas rendah sehingga produk hasil industri Indonesia kurang bisa bisa bersaing di pasar global. 

2) Pengangguran tinggi, karena penduduk tidak mempunyai pendididkan yang memadai dan tidak pula memiliki ketrampilan kerja, maka sulit diterima untuk bekerja di sektor formal, di pemerintah maupun di swasta. Satu-satunya jalan keluar bagi mereka untuk bertahan hidup adalah terjun ke sektor informal. Sektor ini hampir tidak ada prospeknya, karena tidak mendapat dukungan dari perbankan, tidak ada perlindungan hukum dari pemerintah, tidak ada tempat berusaha permanen, sehingga mereka berdagang dipinggir jalan atau di trotoar, yang setiap saat ditertibkan aparat. Dampak lanjutannya tidak bisa tidak, sulit dicegah terjadinya, 

3) Kemiskinan masif. Pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah penduduk miskin pada Maret 2014 berjumlah 28,28 juta orang, dengan garis kemiskinan sebesar Rp 302.732 perkapita (AntaraNews.com, Selasa, 01 Juli 2014). Jika batas garis kemiskinan tersebut dibagi 30 hari, maka penghasilan perkapita setiap hari sebesar Rp 10.091. Batas garis kemiskinan tersebut tidak masuk akal, karena ditengah tingginya inflasi sembilan bahan pokok yang dalam 5 tahun terakhir mencapai 60 persen, maka jumlah tersebut sangat kecil dan tidak ada orang yang bisa hidup dengan penghasilan sebesar itu. Dengan garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia sebesar US$ 2/hari dengan kurs rupiah 1 dolar Amerika Serikat sebesar Rp 12.000, berarti garis kemiskinan Rp 24.000/hari, maka masih sangat sulit hidup dengan penghasilan sebesar itu. 

Kedua, kuantitas penduduk. Sejatinya jumlah penduduk yang besar bisa memberi dampak positif bagi kemajuan suatu bangsa seperti China, Amerika Serikat dan lain-lain. Akan tetapi, jumlah penduduk yang besar, jika tidak diimbangi dengan kualitas penduduk, maka akan menjadi beban bagi suatu bangsa dan negara. Indonesia sedang menghadapi masalah kependudukan karena mayoritas penduduknya tidak berkualitas. Dampak negatifnya antara lain, 
1) Kesenjangan sosial ekonomi. Gini ratio Indonesia telah mencapai 0,43 persen. Ini amat membahayakan bagi stabilitas sosial politik dan keamanan. 
2) kekerasan sosial mudah terjadi. Hal itu sudah terbukti dalam kehidupan sosial, karena persoalan kecil bisa meledak menjadi konflik sosial. 


Ketiga, persebaran penduduk tidak merata. Sebagai gambaran, pulau Jawa jumlah persentase penduduk mencapai 57,49 %, sementara pulau Sulawesi hanya 7,31 %, pulau Kalimantan sebesar 5,80 %, Bali dan Nusa Tenggara sebesar 5,50 persen, sedang Maluku dan Papua sebesar 2,60 persen. 


Pemecahan Kependudukan 


Bonus demografi Indonesia bisa berubah menjadi malapeta, jika tidak dilakukan secara cepat dan tepat. Setidaknya harus dilakukan 5 (lima) hal. 

Pertama, mendirikan kementerian kependudukan dan BKKBN. Menurut berbagai pemberitaan media, Presiden terpilih Ir.H. Joko Widodo, dan Wakil Presiden terpilih Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla akan mendirikan satu kementerian baru yang akan menangani masalah kependudukan dan keluarga berencana. Langkah tersebut dianggap amat positif dan patut diapresiasi untuk mempersiapkan penduduk Indonesia dalam menyambut bonus demografi sehingga memberi berkah bukan malapetaka. 

Kedua, perubahan kepemimpinan di kementerian dari tangan birokrat kepada ahlinya (pakar dalam bidang sosial) merupakan conditio sine quanon. Perubahan kepemimpinan harus pula disertai perubahan mindset, budaya kerja yang menganut prinsip "lebih cepat lebih baik", dengan terjun langsung ke masyarakat (blusukan) untuk bekerja, mengecek pelaksanaan program dan mengajak masyarakat untuk ikut serta menyukseskan program kependudukan dan BKKBN. 

Ketiga, fokus meningkatkan kualitas penduduk Indonesia dengan mendirikan pusat pelatihan kepakaran bagi mereka yang tidak bisa melanjutkan pendidikan formal untuk mempersiapkan tenaga kerja trampil dan pengusaha baru, dengan bekerjasama kementerian tenaga kerja, pemerintah daerah serta dunia usaha. 

Keempat, fokus mengurangi pertumbuhan penduduk dengan target 1 persen dalam lima tahun ke depan. Pada saat yang sama memacu dan mendorong persebaran penduduk melalui transmigrasi swakarsa ke luar daerah dengan kemudahan investasi dan menyediakan sarana tol laut. Tumbuhnya sentra ekonomi di daerah akan berlaku teori semut di mana ada gula disitu banyak semut. 

Kelima, bersinergi dengan parlemen, berbagai kementerian terkait dan pemerintah daerah dengan terjun langsung ke masyarakat, maka diyakini masalah kependudukan akan teratasi, sehingga bonus demografi bisa dinikmati untuk mewujudkan kemajuan Indonesia.

CONTOH KASUS :

KOMPAS.com - Hari Selasa, 10 Maret lalu, Kota Bekasi genap berusia 12 tahun. Jikalau diibaratkan dengan manusia, Kota Bekasi berada pada masa praremaja, alias anak baru gede (ABG). Namun, Kota Bekasi sudah menghadapi beragam persoalan seperti kota besar. Salah satunya adalah persoalan pertumbuhan penduduk.
Hal itu adalah konsekuensi, yang ditanggung Kota Bekasi (dan Kabupaten Bekasi), sejak Bekasi dikembangkan menjadi penyangga Jakarta berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976.
Inpres tersebut menempatkan Bekasi sebagai kota satelit Jakarta dan menjadi bagian kawasan pengembangan Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi (Jabotabek). Dengan kehadiran pabrik dan kawasan industri, Kota Bekasi berkembang sebagai kota berpenduduk padat.
”Ketika baru dikembangkan sebagai kota mulai tahun 1996, penduduk Kota Bekasi saat itu baru sekitar 750.000 jiwa,” kata Sekretaris Daerah Kota Bekasi Tjandra Utama Effendi, Jumat (6/3). ”Saat ini penduduk Kota Bekasi mencapai 2,2 juta jiwa dan sebagian besar ada penduduk komuter yang pada siang hari bekerja di Jakarta,” ujarnya.
Masalah kota
Laju pertambahan penduduk Kota Bekasi, menurut Sensus Penduduk 2000, mencapai 3,49 persen. Pertambahan penduduk Kota Bekasi lebih besar disebabkan migrasi. Penyebab tingginya migrasi tidak lain adalah berkembangnya Kota Bekasi menjadi pusat ekonomi dan pusat bisnis.
”Ini disebabkan letak Kota Bekasi yang berada di jalur ekonomi yang dinamis, yakni antara Jakarta dan Jawa Barat,” kata pengamat dari Universitas Islam 45 Bekasi, Harun Al Rasyid. ”Kota Bekasi berkembang pesat karena terimbas perkembangan Jakarta yang sudah mencapai titik jenuh,” ujar Harun.
Di pihak lain, tingginya laju pertambahan penduduk Kota Bekasi menimbulkan beragam persoalan bagi Kota Bekasi. Mulai dari masalah kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, sampai transportasi, pendidikan dan kesehatan, serta interaksi sosial masyarakat.
Sampai akhir 2007, jumlah keluarga prasejahtera di Kota Bekasi tercatat sebanyak 20.448 keluarga, atau bertambah 1.700 keluarga dibandingkan dengan tahun 2006.
Begitu pula persoalan pengangguran. Hingga tahun 2006 masih terdapat 187.944 orang di Kota Bekasi yang menganggur dan sebanyak 43.742 orang lainnya sedang mencari kerja.
Persoalan juga tampak pada maraknya kasus kriminalitas di wilayah Kota Bekasi. Sosiolog dari Universitas Islam 45 Bekasi, Andi Sopandi, mengatakan, Kota Bekasi mendapat sorotan kurang menguntungkan akibat tingginya kasus kejahatan yang terjadi di wilayah ini. ”Terutama kasus narkotika,” kata Andi. ”Hampir 90 persen penghuni LP Bekasi akibat kasus narkotika,” ujarnya.
Dari catatan Kompas, sampai Oktober 2008 terdapat 3.213 kasus kriminalitas, termasuk kecelakaan dan pengaduan masyarakat, yang ditangani jajaran Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi. Padahal, selama 2007, jumlah kasus kriminalitas yang ditangani Polres Metro Bekasi ”hanya” sebanyak 3.183 kasus.
Problem lain adalah penyediaan sarana dan prasarana transportasi. Pemerintah Kota Bekasi hingga sekarang masih berkutat dengan persoalan jalan berlubang atau jalan rusak. Kerusakan di ruas Jalan Pekayon-Jatiasih-Pondok Gede sudah bertahun-tahun belum tuntas ditangani.
Hal lain yang juga menjadi persoalan kota adalah penggunaan lahan. Dari sekitar 21.409 hektar luas wilayah Kota Bekasi, sebanyak 62 persennya sudah dibangun menjadi kawasan niaga dan kawasan permukiman. Sementara lahan yang tersisa sebagai ruang terbuka hijau hanya sekitar 14 persen.
”Kebijakan tata ruang kota tidak mendukung perkembangan kapasitas masyarakat untuk berperan dalam pembangunan daerah,” kata Andi. ”Lahan lebih banyak dibangun untuk permukiman dan perkantoran serta kawasan niaga, sementara ruang publik untuk tempat masyarakat berinteraksi masih diabaikan keberadaannya,” ujarnya.
Kebijakan
Bertepatan dengan peringatan hari jadi Kota Bekasi ke-12 hari ini, kepemimpinan Mochtar Mohamad dan Rahmat Effendi masing-masing sebagai Wali Kota Bekasi dan Wakil Wali Kota Bekasi persis berjalan satu tahun. Wajar apabila banyak yang berharap pemimpin baru membawa perubahan.
Gebrakan duet Mochtar-Rahmat yang dirasakan dampaknya adalah kebijakan pemberian subsidi di sektor pendidikan dan pelayanan kesehatan. Kebijakan tersebut merupakan implementasi visi Kota Bekasi terbaru, yakni Kota Bekasi Cerdas, Sehat, dan Ihsan.
Pada awal pemerintahannya, Mochtar menggratiskan biaya pendidikan di sekolah dasar. Mulai 2009, kebijakan pembebasan biaya pendidikan diberlakukan di sekolah menengah pertama. Tahun depan, kebijakan serupa diterapkan di sekolah menengah atas.
Begitu pula dalam urusan pelayanan kesehatan, sejak April 2008 Pemerintah Kota Bekasi menghapus pelayanan kesehatan dasar di semua puskesmas.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bekasi 2009, Pemkot Bekasi mendistribusikan 36,87 persen dari anggaran belanja untuk sektor pendidikan, lebih dari 4,3 persen untuk kesehatan.
Kebijakan penganggaran yang berorientasi pada sektor pendidikan dan kesehatan itu, menurut Tjandra, tidak mengganggu rencana Pemkot untuk terus membangun dan menyiapkan utilitas kota yang memadai. ”Dengan demikian, Kota Bekasi mampu berkembang sebagai mitra sejajar dengan Jakarta, bukan sekadar kota penyangga Ibu Kota (negara),” kata Tjandra.


Sumber : 
http://www.berpendidikan.com/2015/06/pengertian-dan-rumus-pertumbuhan-penduduk.html

http://www.kompasiana.com/musniumar/musni-umar-permasalahan-kependudukan-di-indonesia-dan-pemecahannya_54f42048745513802b6c87c6

http://nasional.kompas.com/read/2009/03/16/06484682/masalah.kepadatan.penduduk.menghadang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar