Ilmu Merpati Putih adalah bagian dari keajaiban masa lalu yang dilestarikan untuk masa kini .
Dulu Ilmu ini eksklusif milik raja , hanya dipakai dan diturunkan untuk para keluarga dan lingkungan istana.
Berawal dari Raja Amangkurat di Kartosuro Jawa Tengah , yang kemudian secara turun - temurun pewarisan Ilmu jatuh pada Raden Adjeng Djojorejoso , sebagai pewaris generasi ketiga yang kemudian menurunkannya kepada tiga orang putranya sesuai dengan kapasitas dan bakat masing - masing .
Gagak Samodra pada Ilmu penyembuhan dan obat - obatan .
Gagak Handoko pada kewiraan dan Imu Bela Diri .
Gagak seto memperdalam filosofi , seni , dan puisi .
Alur Imu Merpati Putih sekarang ini berasal dari Gagak Handoko ( generasi keempat ) yang setelah melalui perjalanan panjang sampai pada R. Saring Hadipoernomo , ayah kandung Mas Poeng dan Mas Budi sebagai pewaris generasi kesepuluh .
Pak Saring menurunkan seluruh Ilmunya ke kedua putranya , Mas Poerwoto Hadipoernomo ( Mas Poeng ) dan Mas Budi Santoso Hadipoernomo ( Mas Budi ) .
Disertai pesan agar keduanya mengamalkan Imunya untuk kepentingan Nusa dan Bangsa .
Kedua pewaris ini kemudian mendirikan Perguruan Bela Diri Pencak Silat Tangan Kosong PPS ( Betako ) MERPATI PUTIH , pada April 1963 di Yogyakarta .
Mengapa namanya Merpati Putih .
MERPATI PUTIH , inti ajaran Perguruan .
Mengapa namanya Merpati Putih ? Apakah ingin melambangkan perdamaian yang Universal ?
Merpati Putih ternyata singkatan kalimat yang merupakan filosofi Perguruan yaitu , MERsudi PAtitising TIndak, PUsakane TItising Hening .
Secara harfiah , artinya adalah sebagai berikut :
Mersudi : mengupayakan dengan sungguh - sungguh , mencari sampai mendapat .
Patitising : ketepatan sasaran , tanpa meleset .
Tindak : perbuatan , tindakan .
Pusakane : andalan , bersenjatakan .
Titising : perwujudan , kristalisasi .
Hening : keheningan , konsentrasi .
Dalam bahasa Jawa, kalimat ini bisa menimbulkan berbagai penafsiran arti dari yang paling sederhana hingga simbolisasi yang filosofis .
Malah agak sulit untuk diterjemahkan secara harfiah.
" Mersudi patitising tindak pusakane titising hening " bisa ditafsirkan sebagai : "Mencapai tepatnya tindakan , berdasarkan matangnya perhitungan ." Atau " Berusaha hidup secara benar sesuai perintah Yang Kuasa ".
Bahkan ada yang menafsirkannya sebagai inti keilmuan Merpati Putih : " Kunci keberhasilan setiap langkah atau jurus adalah kristalisasi dari penghayatan, pengendapan, maupun konsentrasi cipta rasa dan karsa ."
Ajaran Merpati Putih sangat mementingkan budi luhur, seperti yang selalu dipesankan oleh Sang Guru ( Pak Saring almarhum ) yaitu 4 sikap, watak dan perilaku yang harus selalu ditumbuhkan :
1 . Rasa jujur dan welas asih .
2 . Percaya pada diri sendiri .
3 . Keserasian dan keselarasan dalam hidup sehari hari .
4 . Menghayati dan mengamalkan sikap itu agar menimbulkan ketaqwaan kepada Tuhan YME.
Pak Saring selalu berpesan agar mengambil langkah nyata dalam pengabdian kepada bangsa dan negara dengan mengembangkan dan menyebarluaskan Ilmu yang dimiliki keluarga demi kepentingan Nasional .
Almarhum selalu mendorong semangat mengabdi dan berbakti kepada masyarakat dengan keyakinan bahwa ," Sikap dan perbuatan sekecil apapun , apabila dilandasi oleh i'tikad baik pasti akan ada artinya ,"
Berdirinya Perguruan Betako MERPATI PUTIH tahun 1963 merupakan langkah awal dalam mewujudkan cita - cita tersebut .
Senin, 27 Maret 2017
Tokoh Wayang Cepot
WAYANG memang sudah menjadi ciri khas budaya dari Indonesia, khususnya untuk wilayah pulau Jawa termasuk Jawa Barat. Jenis wayang yang terkenal dari pulau Jawa bagian barat ialah Wayang Golek. Bagi masyarakat Sunda sendiri, wayang golek sudah menjadi hiburan yang merakyat, mulai dari kalangan bawah sampai kalangan atas. Wayang golek sendiri mempunyai banyak tokoh, tetapi yang paling terkenal dan paling diingat oleh masyarakat ialah Si Cepot. Ia adalah sosok wayang yang penuh selera humor dan sudah menjadi ikon dari wayang golek. Sampai-sampai ada yang bilang, “Bukan orang Sunda namanya jika belum mengenal Si Cepot”. Seistimewa apakah sosok Si Cepot ini sehingga menjadi ikon dari wayang yang berasal dari Tanah Sunda?
Si Cepot atau yang dalam pewayangan mempunyai nama Astrajingga merupakan salah satu tokoh yang terdapat dalam dunia pewayangan, khususnya dalam kesenian wayang golek. Dia ini mempunyai wajah yang merah dengan gigi bawahhnya yang besar dan menonjol ke atas. Warna wajahnya yang merah ditafsirkan kitab wayang sebagai cerminan karakter yang buruk. Si Cepot ini mempunyai ciri khas suka ngabodor (bercanda). Cepot merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang terlahir dari pasangan Semar Badranaya dan Sutiragen. Dia mempunyai dua adik, yakni Dawala yang berhidung panjang dan Gareng yang berhidung bulat.
Nama Astrajingga sendiri berasal dari dua kata, yakni sastra yang berati tulisan dan jingga yang berarti merah yang melambangkan kelakuan yang buruk. Jadi Astrajingga merupakan cerminan karakter yang berkelakuan buruk seperti nilai rapor yang memiliki nilai merah. Tapi uniknya, meskipun Si Cepot sangat konyol dan selalu membuat jengkel, kehadirannya dalam suatu pertunjukan wayang malah selalu dinantikan. Karena kelucuan Si Cepot berdasarkan pada norma-norma, nilai-nilai, dan sikap hidup, sehingga kelucuannya mampu diterima oleh semua kalangan. Humornya juga sering menyentuh kehidupan sehari-hari. Dia merupakan tokoh yang sangat setia, kemanapun ayahnya pergi dia selalu menemaninya. Bahkan dia sangat setia pada negaranya, kesetiaannya ditunjukan saat bertarung mati-matian dengan buta hijau, antek kurawa demi membela negaranya.
Karena wataknya yang suka bercanda, banyak orang yang menyukai tokoh ini dan membuat Si Cepot menjadi terkenal. Dia ini tak pandang bulu dalam bercanda, Siapa saja bisa menjadi bahan candaannya, mulai dari para ksatria maha sakti, raja, sampai para dewa di langit. Tetapi dibalik humornya, Si Cepot ini selalu memberi nasihat dan petuah, tak jarang ia juga memberi kritikan pada pemerintah. Perilaku dan ucapannya selalu mengajarkan kita untuk bergotong royong, setia, selau ceria, dan membela kebenaran. Oleh karena itu, dalang biasanya menggunakan Si Cepot untuk menyampaikan pesan-pesan seperti kritik maupun petuah dengan sindiran yang disampaikan sambil guyon, agar bisa diterima oleh banyak orang.
Si Cepot beserta ayahnya dan kedua adiknya ini termasuk ke dalam tokoh wayang Punakawan, yakni tokoh abdi yang bertugas menasihati atau memberi petuah bijak bagi para Pandawa. Dalam suatu pertunjukan wayang golek, para tokoh ini biasanya ditampilkan pada bagian tengah cerita, ini dimaksudkan untuk membuat penonton lebih rileks dan bisa tertawa saat cerita mulai serius dan tegang.
Dalam cerita pewayangan Si Cepot ini biasanya menemani para ksatria, terutama Arjuna dan Madukara. Dia juga bisa bertempur seperti ksatria, senjata andalannya dalam berperang berupa Bedog (Golok).
Memang sangat unik wayang yang satu ini. Banyak hal yang patut dicontoh darinya. Di balik pribadi Cepot yang lucu dan suka membuat geger politik dengan tingkah laku yang nyeleneh, dia juga selalu punya pesan moral yang begitu bagus. Cepot merupakan cerminan rakyat jelata yang mempunyai sikap santai, setia, humoris, namun juga berani membela kebenaran.
Istano Basa Pagaruyuang
Daerah segitiga Kabupaten Agam, Lima Puluh Kota, dan Tanah Datar, dianggap sebagai poros awal persebaran kebudayaan Minangkabau. Tinjauan sejarah mempercayai ketiga daerah yang pada masa lampau berjuluk 'luhak nan tigo' ini merupakan pemukiman awal dari masyarakat Minangkabau atau disebut pula wilayah darek (daratan).
Pada wilayah ini pula, di masa lalu berdiri sebuah pemerintahan konfederasi yang disebut sebagai Kerajaan Pagaruyung. Kerajaan yang terbentuk dari gabungan nagari-nagari ini runtuh setelah terjebak dalam siasat kolonial Belanda saat perang Padri bergejolak.
Salah satu peninggalan sejarah yang masih tersisa dari eksistensi kekuasaan Kerajaan Pagaruyung adalah sebuah istana megah yang terletak di nagari Pagaruyung, Kecamatan Tanah Tanjung Emas, Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar. Istana ini bernama resmi Istano Basa Pagaruyung yang berarti istana besar Kerajaan Pagaruyung.
Sesuai dengan namanya, istana ini mengabadikan kemegahan arsitektur dari pusat pemerintahan kerajaan. Meskipun wujud yang berdiri megah sekarang ini bukanlah bangunan aslinya, namun berbagai detail ciri khas arsitektur yang dimilikinya masih sama seperti kondisinya di masa lampau.
Istano Basa Pagaruyung dahulu merupakan kediaman dari Raja Alam, sekaligus pusat pemerintahan dari sistem konfederasi yang dipimpin oleh triumvirat (tiga pemimpin) berjuluk 'Rajo Tigo Selo'. Sistem kepemimpinan ini menempatkan Raja Alam sebagai pemimpin kerajaan dengan dibantu dua wakilnya, yaitu Raja Adat yang berkedudukan di Buo serta Raja Ibadat yang berkedudukan di Sumpur Kudus. Kedua wakil ini memutuskan berbagai perkara yang berkaitan dengan permasalahan adat serta agama. Tetapi, jika suatu permasalahan tidak terselesaikan maka barulah Raja Pagaruyung (Raja Alam) turun tangan menyelesaikannya.
Istana ini memang merupakan replika dari bangunan asli yang dibakar Belanda pada tahun 1804. Bangunannya berbentuk sebuah rumah panggung berukuran besar dengan atap gonjong yang menjadi ciri khas dari arsitektur tradisional Minangkabau. Rumah panggung besar ini bertingkat tiga, dengan 72 tonggak yang menjadi penyangga utamanya. Terdapat 11 gonjong atau pucuk atap yang menghias bagian atas dari bangunan ini. Seluruh dinding bangunan ini dihiasi oleh ornamen ukiran berwarna-warni yang secara total terdiri dari 58 jenis motif yang berbeda.
Sebagai sebuah istana kerajaan, masing-masing tingkat dalam bangunan ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Tingkat paling bawah merupakan tempat aktivitas utama pemerintahan berupa sebuah ruang besar yang melebar dengan area khusus sebagai singgasana raja di bagian tengahnya. Di sisi kiri dan kanan ruangan terdapat sebuah ruangan kamar. Di bagian belakang singgasana terdapat tujuh buah kamar sebagai tempat bagi para putri raja yang telah menikah.
Tingkat kedua dari bangunan merupakan ruang aktivitas bagi para putri raja yang belum menikah. besarnya ruangan ini sama dengan besar ruangan utama di bawahnya. Ruangan yang teratas merupakan tempat raja dan permaisurinya bersantai sambil melihat kondisi di sekitar istana. Ruangan ini disebut anjung peranginan, yang posisinya terletak tepat dibawah atap gonjong yang berada di tengah bangunan atau disebut juga gonjong mahligai. Di ruangan ini terdapat sejumlah koleksi senjata pusaka asli kerajaan yang masih tersisa, diantaranya tombak, pedang, dan senapan peninggalan Belanda.
Bangunan asli dari istana ini awalnya berlokasi di Bukit Batu Patah. Setelah insiden tahun 1804 istana ini didirikan kembali, tetapi terbakar habis pada tahun 1966. Pada 27 Desember 1976 upaya rekonstruksi ulang kembali dilakukan dengan ditandai peletakan tunggak tuo (tiang utama) oleh Gubernur Sumatera Barat saat itu, Harun Zain. Istana ini dibangun kembali di lokasinya yang baru di sisi selatan bangunan asli, yaitu di lokasinya saat ini.
Pada 27 Februari 2007, istana ini kembali terbakar akibat tersambar petir. Upaya pembangunan kembali berlangsung antara tahun 2008-2012 dengan menelan dana lebih dari Rp. 20 Miliar. Arsitektur aslinya tetap dipertahankan meskipun sebagian besar peninggalan barang berharga di dalamnya musnah dan hanya tersisa sekitar 15 persen.
Ruang terbawah adalah ruang utama dengan beberapa bilik di samping dan belakang. Tujuh bilik di sisi belakang adalah kamar para putri raja yang telah menikah. Di tengah ruangan, merupakan singgasana tempat raja menjalankan pemerintahannya. Lantai kedua merupakan ruang kamar tidur bagi putri raja yang belum menikah. Lantai teratas tempat raja bersantai, kini menjadi ruang display koleksi senjata.
RENDANG MINANG
Bahan-bahan
Bumbu Halus
150 gram cabe merah keriting
10 butir bawang merah
7 siung bawang putih
4-5 cm jahe
3-4 cm lengkuas
2 buah serai, ambil bagian putihnya lalu potong kecil
1 sdm ketumbar, sangrai
3 lembar daun jeruk, buang tangkainya
4 buah bunga lawang, rendam air panas 30 menit
1 sdt merica butiran
1 sdt jintan, sangrai
Cara membuat
- 1kg Daging sapi tanpa lemak , potong searah serat
- 2000 ml santan dari 3 butir kelapa (santan diperas dengan air kelapa)
- 250 gram Serundeng, kelapa sangrai yang ditumbuk sampai berminyak
- 1 sdm air asam jawa, dari 5 mata asam jawa
- 2 sdt garam/secukupnya
5 lembar daun jeruk - 1 lembar daun kunyit, sobek menjadi dua lalu simpulkan
- 2 batang serai, ambil bagian putihnya, memarkan lalu ikat
Bumbu Halus
150 gram cabe merah keriting
10 butir bawang merah
7 siung bawang putih
4-5 cm jahe
3-4 cm lengkuas
2 buah serai, ambil bagian putihnya lalu potong kecil
1 sdm ketumbar, sangrai
3 lembar daun jeruk, buang tangkainya
4 buah bunga lawang, rendam air panas 30 menit
1 sdt merica butiran
1 sdt jintan, sangrai
Cara membuat
- Panasakan penggorengan kemudian rebus santan hingga bergejolak, kemudian masukan bumbu halus, daun jeruk, daun sereh, daun kunyit sambil terus diaduk.
- Masukan daging sapi yang telah terlebih dahulu dibersihkan, kelapa sangrai, garam , masak hingga berminyak dan kental.
Setelah kuah menyusut/kental sekarang saatnya tahap pengeringan, aduk terus rendang hingga kuah mengering menyisakan minyak dan remahan kelapa dan santan - Sajikan selagi hangat
Langganan:
Komentar (Atom)